Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut)

FAJARTOTABUAN.COM – Penetapan status Bupati Bolaang Mongondow Dra Hj Yasti Soepredjo Mokoagow sebagai "Tersangka" pada kasus Perusakan asset milik PT CONCH NORTH SULAWESI CEMENT oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) ditanggapi serius oleh Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolaang Mongondow (Bolmong) Haris Mokoginta SH. 

Menurut Haris, Polda Sulut terlalu terburu-buru dalam penyidikan sehingga tidak mempertimbangkan status Bupati Bolmong sebagai pejabat Administrasi Pemerintahan yang memiliki hak diskresi.

“Bahwa status tersangka yang ditetapkan oleh Penyidik Polda Sulut, terhadap Bupati Bolmong terkait kasus pengrusakan barang (terdiri bangunan dan gedung) milik PT Sulenco Bohusami Semen dan PT Conch North Sulawesi Cement (CNSC) terlalu terburu-buru,” ujar Mokoginta pada Selasa kemarin (26/07).
Haris menjelaskan bahwa hukum pidana itu sebagai suatu ultimatum remedi, dimana hukum pidana sebagai alternatif terakhir dalam penyelesaian persoalan hukum ketika unsur hukum lainnya tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
“Namun sangat disayangkan istilah hukum pidana sebagai ultimum remedium ini hanya berlaku secara teroritis semata. Sebab, dalam praktiknya tidak sedikit hukum pidana dijadikan sebagai primium remedium,” katanya.
Menurutnya, terkait PT Conch, Pemkab Bolmong bertindak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang digunakan di Indonesia.
“Proses pembongkaran gedung bangunan milik PT Sulenco Bohusami Semen dan PT CNSC telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana proses penertiban non yustisial yang dilakukan oleh Satpol- PP Pemkab Bolmong  terhadap gedung bangunan tersebut yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), telah sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan jika dikemudian ditemukan terjadi kesalahan administrasi dalam upaya penertiban non yustisial ini maka hal tersebut untuk kasus ini dapat dikesampingkan,” pungkasnya.
Dirinya pun mengungkapkan bahwa sebelum terjadinya penertiban hingga berakhir sampai pada tahap pembongkaran, sebelumnya Pemkab Bolmong telah melakukan upaya-upaya untuk mendatangkan pihak PT Sulenko Bohusami Cement dan PT Conch dalam suatu pertemuan yang telah dikonsepkan yakni tentang administrasi perusahaan berupa pengurusan izin-izin. 
“Pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah, sudah sangat tolerir dimana Pemkab Bolmong ingin menciptakan hawa investasi yang kondusif dengan memberikan kepastian hukum juga buat PT Sulenco Bohusami Semen dan PT CNSC, namun apa daya respon yang disampaikan oleh dua perusahaan itu ke Pemkab Bolmong, adalah sangat negatif, dalam pertemuan di akhir Bulan Mei 2017 Pemkab dilecehkan oleh perusahaan asal cina dengan mengatakan sebagai pemerintah yang tidak tahu aturan,” ungkapnya.
Terkait dispensasi terhadap Perusahaan, Haris mengatakan bahwa Pemkab Bolmong sudah sejak lama telah memberikan dispensasi kepada pihak PT Sulenco Bohusami Semen dan PT Conch. Namun, pihak Perusahaan selalu mengabaikannya hingga tidak pernah mendapatkan respon positif. Padahal menurutnya, Bupati memilki kewenangan dalam menggunakan diskresinya sebagai Kepala Daerah sebagaimana tertera dalam Pasal 65 ayat 2 huruf C Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 jo. UU Nomor 9 tahun 2015 mengenai perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
“Kepala daerah dalam melaksanakan tugas sebagai kepala daerah memiliki wewenang dalam mengambil tindakan tertentu, dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah atau masyarakat,” tuturnya.
Ia pun menambahkan, tugas dan wewenang sebagai kepala daerah tentunya merupakan bagian dari diskresi pemerintahan yang pada dasarnya mengatur tentang kewenangan pejabat pemerintahan dalam mengatasi berbagai retorika sistem, termasuk stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kepentingan umum dan kemanfaatan.
“Kebijakan ini disampaikan langsung dalam pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada akhir Bulan Mei 2017, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Satpol-PP Pemkab, untuk selanjutnya Kepala Satpol PP mengeluarkan Surat Tugas Perintah yang merupakan salah satu bagian dari kelengkapan dalam menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP), dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2011 beserta lampirannya tentang SOP yang meliputi SOP Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, ruang lingkup penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang menjadi kewenangan Satpol PP, diantaranya adalah tertib tata ruang dan tertib bangunan. Bahwa surat perintah tugas tersebut berisi mengenai pelaksanaan penertiban dan penghentian dan pembongkaran bangunan PT Sulenco Bohusami Semen dan PT CNSC di Desa Solog Kecamatan Lolak, yang tidak memiliki IMB yang mana maksud dan tujuan surat tersebut sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP dalam hal tugas dan wewenang Satpol PP dalam menjalankan administratif pemerintahan, dalam wewenangnya melakukan tindakan administratif penertiban nonyustisial terhadap badan hukum yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini badan hukum PT Sulenco Bohusami Semen dan PT CNSC tidak memiliki IMB,” jelasnya.
Menurutnya, bukti surat Perintah Pembongkaran yang digunakan sebagai tindakan administratif tentunya sah dalam bentuk ketentuan keputusan adminstratif dan tentunya harus dijadikan sebagai alat bukti penyidikan di Polda Sulut.
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 poin b KUHAP, surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan, termasuk dalam pengertian Surat dan dapat dijadikan sebagai alat bukti Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1, oleh karenanya dalam hal ini Surat Perintah Tugas yang dikelaurkan oleh Satpol PP masuk dalam pengertian alat bukti Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal tersebut,” tutupnya.

SVG/EM

Post A Comment:

0 comments: