Oleh : Pemerhati Sosial, Kan Hiung
Sidang perdana kasus penistaan agama yang melibatkan Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada, Selasa (13/12/2016) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menjadi perhatian publik. Terlebih ketika Ahok menangis saat membacakan eksepsi atau nota pembelaannya dihadapan majelis hakim.
Acap kali saya lebih sedih tak tertahankan dan menangis ketika tengah menonton berita tv saat satpol PP sedang menggusur PKL serta mengangkut gerobak serta barang dagangan.
Peristiwa lebih mengharukan saat melihat PKL yang menangis histeris dan berteriak sambil mempertahankan gerobak dan barang dagangannya itu. Menimbulkan pemikiran jika hari ini anak-anak mereka melihat orang tuanya digusur pergi pastilah mereka sangat sedih.
Tujuannya sangat penting dan setuju saat Ahok menjabat sebagai Gubernur ingin merapikan Jakarta, begitupun ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
Pertama, cara yang dilakukan kurang baik. Mestinya ada musyawarah dengan pihak-pihak yang digusur. Gusurnya sesukanya tanpa mempertimbangkan beberapa aspek. Seperti dipindahkan ketempat yang lebih jauh dan yang tidak punya KTP Jakarta maka tidak dapat rusun.
Disini saya mengamati rasa kemanusiaan pun sangat berkurang, sedangkan hal yang terpenting adalah rasa lemanusiannya yang harus sesuai UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 dan 2.
Saya mendapat kabar dari warga yang dipindahkan ke Rusun harus membayar Rp 300 ribu per bulan dan apabila tiga bulan tidak membayar maka akan 'diusir' dari Rusun tersebut. Tentu kurangnya toleransi sosial dalam hal ini.
Mr Kan menilai Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta yang sebelumnya melakukan kesalahan besar karena telah membiarkan masyarakat membangun tempat tinggal sampai puluhan tahun dan sebagian telah memiliki surat-surat kepemilikan tanah. Karenanya bagi yang sudah membangun lebih dari 20 tahun berdasarkan UU Agraria maka hal ini ada perdebatan khusus.
Semua pergusuran yang terjadi saya lihat itu adalah perintah dari Pak Ahok selaku Gubernur DKI, saya tidak melihat Pak Ahok menangis saat penggusuran terjadi. Namun kemarin siang (Selasa-red) saya melihat pak Ahok menangis saat sidang.
Saya melihat tangisan Pak Ahok tidak seberapanya dibandingkan saat saya menangis menonton dan melihat penggusuran yang diperintahkan oleh Pak Ahok. Saya pun ragu sekali dengan kesedihan apa yang membuat Pak Ahok menangis? Saya merasa seperti menonton sinetron.
Kedepannya saya berharap Pemda DKI dapat memberikan solusi terbaik dalam hal penataan kawasan kumuh.
Sidang perdana kasus penistaan agama yang melibatkan Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada, Selasa (13/12/2016) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menjadi perhatian publik. Terlebih ketika Ahok menangis saat membacakan eksepsi atau nota pembelaannya dihadapan majelis hakim.
Acap kali saya lebih sedih tak tertahankan dan menangis ketika tengah menonton berita tv saat satpol PP sedang menggusur PKL serta mengangkut gerobak serta barang dagangan.
Peristiwa lebih mengharukan saat melihat PKL yang menangis histeris dan berteriak sambil mempertahankan gerobak dan barang dagangannya itu. Menimbulkan pemikiran jika hari ini anak-anak mereka melihat orang tuanya digusur pergi pastilah mereka sangat sedih.
Tujuannya sangat penting dan setuju saat Ahok menjabat sebagai Gubernur ingin merapikan Jakarta, begitupun ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
Pertama, cara yang dilakukan kurang baik. Mestinya ada musyawarah dengan pihak-pihak yang digusur. Gusurnya sesukanya tanpa mempertimbangkan beberapa aspek. Seperti dipindahkan ketempat yang lebih jauh dan yang tidak punya KTP Jakarta maka tidak dapat rusun.
Disini saya mengamati rasa kemanusiaan pun sangat berkurang, sedangkan hal yang terpenting adalah rasa lemanusiannya yang harus sesuai UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 dan 2.
Saya mendapat kabar dari warga yang dipindahkan ke Rusun harus membayar Rp 300 ribu per bulan dan apabila tiga bulan tidak membayar maka akan 'diusir' dari Rusun tersebut. Tentu kurangnya toleransi sosial dalam hal ini.
Mr Kan menilai Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta yang sebelumnya melakukan kesalahan besar karena telah membiarkan masyarakat membangun tempat tinggal sampai puluhan tahun dan sebagian telah memiliki surat-surat kepemilikan tanah. Karenanya bagi yang sudah membangun lebih dari 20 tahun berdasarkan UU Agraria maka hal ini ada perdebatan khusus.
Semua pergusuran yang terjadi saya lihat itu adalah perintah dari Pak Ahok selaku Gubernur DKI, saya tidak melihat Pak Ahok menangis saat penggusuran terjadi. Namun kemarin siang (Selasa-red) saya melihat pak Ahok menangis saat sidang.
Saya melihat tangisan Pak Ahok tidak seberapanya dibandingkan saat saya menangis menonton dan melihat penggusuran yang diperintahkan oleh Pak Ahok. Saya pun ragu sekali dengan kesedihan apa yang membuat Pak Ahok menangis? Saya merasa seperti menonton sinetron.
Kedepannya saya berharap Pemda DKI dapat memberikan solusi terbaik dalam hal penataan kawasan kumuh.
Post A Comment:
0 comments: